Page Nav

HIDE

Gradient Skin

Gradient_Skin

Pages

Responsive Ad

Pancasila Pedoman Berbangsa dan Bernegara, atau sekedar simbol tanpa Makna

Pancasila Pedoman Berbangsa dan Bernegara, atau sekedar simbol tanpa Makna. "Saya Jokowi, Saya Indonesia, Saya Pancasila" &...

Pancasila Pedoman Berbangsa dan Bernegara, atau sekedar simbol tanpa Makna.



"Saya Jokowi, Saya Indonesia, Saya Pancasila"
"Saya Raisa, Saya Indonesia Saya Pancasila"
"Saya Fauzi, Saya Indonesia, Saya Pancasila"

Ya... Kalimat itu sedang trending di bulan Juni, Bulan Pancasila. Dari Presiden, Artis, Aktivis, wong cilik, dll, menyatakan kalimat yang sama.

Disatu sisi saya senang, karena pemimpin dan rakyat sadar akan arti penting nya Pancasila. Namun yang jadi pertanyaan, Pancasila macam apa yang dimaksud, dan seperti apa sosok pancasilais itu.

Kondolisi sosial-politik yang hari ini memanas, membuat polarisasi di masyarakat. Masyarakat seakan terbagi. Yang menamakan pro kebinekaan, yang satu lagi sama juga mengklaim diri paling pro keberagaman. Tak ada yang salah. Yang salah jika saling menghakimi.
Maka tak salah jika di pekan Pancasila Juni ini, slogan saya Indonesia saya Pancasila, terus dikampanyekan, untuk merekatkan rakyat Indonesia, kembali bersatu dalam bingkai kebhinekaan. Bhineka Tunggal Ika.

Sayang kampanye, saya Indonesia saya Pancasila. Hanya menekankan kepada aspek persatuan saja. Di Pekan Pancasila, Juni, Pancasila malah mengalami degradasi makna.

rakyat Indonesia sejak awal berdiri sudah Pancasilais. Pancasila digali dari akar multikultural bangsa, historis, kehidupan sosial dan budaya bangsa. Disitulah cermin karakteristik rakyat Indonesia.
Sukarno dalam otobiografinya, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, menjelaskan bahwa Kelima Mutiara Indah, yang kemudian disebut sebagai Pancasila, adalah mutiara yang digali dari tradisi Bangsa Indonesia jauh sampai kedasarnya.

Rakyat Indonesia sudah berjiwa Pancasilais. Jauh sebelum Indonesia Merdeka. Indonesia adalah negara dengan keragaman yang luar biasa. Berbagai suku, agama, ras. Mampu hidup berdampingan dan saling gotong royong. Didaerah penulis misalnya, Di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, yang jauh dari pusat Ibu Kota Jakarta, yang dulunya  Pendidikan dan akses ekonomi jauh tertinggal, ada Desa Transmigran, namanya Desa Mopuya, mayoritas transmigran Jawa, hidup damai berdampingan dengan masyarakat bolaang Mongondow dan Minahasa disana. di kampung tersebut, berdiri berdamping-dampingan Empat Tempat ibadah. Berdekatan disebuah perempatan. Tak ada yang saling ejek soal kebhinekaan dan keragaman. Malah saling gotong royong dalam kehidupan sosial masyarakat nya. Ya sudah lama masyarakat kita menjiwai dan mengamalkan Pancasila itu tanpa repot-repot kampanye saya Indonesia saya Pancasila.

Konflik horizontal, embrio gerakan separatis, terorisme,  dsb. Itu terlahir bukan karena rakyat Indonesia tidak Pancasilais. Tapi karena Pancasila tidak lagi dijadikan pedoman berbangsa dan bernegara. Pancasila tak lagi dijadikan landasan nilai dalam membangun bangsa dan negara, pancasila tak lagi menjadi rujukan dalam membangun sistem ekonomi, politik dan hukum di Bangsa Indonesia.

Makna Pancasila didegradasi, Pancasila tak dijalankan dengan Konsekuen.

Sistem Ekonomi Liberal Kapitalistik Injak-injak Pancasila.
Jangan katakan saya Indonesia, saya Pancasila, jika dalam menjalankan ekonomi bangsa, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bukan menjadi tujuan. Malah membuka ruang bagi korporasi asing, untuk mengeruk kekayaan alam bangsa Ini. Untuk menghidupi 'dapur' negara-negara adidaya.

Menggusur rumah warga dengan alasan pembangunan ekonomi apakah itu Negara Pancasila..?
Merampas lahan petani untuk pembangunan pabrik di Jateng, Karawang, Jatim, apakah Itu negara pancasila..?
Memaksakan reklamasi di Jakarta yang merusak ekosistem,  membunuh mata pencaharian nelayan apa itu negara Pancasila?
Pantaskah Freeport Yang Mengeruk Kekayaan alam dengan memberikan. 'Jatah' tak lebih dari 10% Berdiri di Negara Pancasila..?

Negara Pancasila adalah negara yang menjamin kesejahteraan rakyat. Bukan negara pancasila namanya jika 70% kue ekonomi dinikmati oleh 1% populasi penduduk.

Kekuasaan dan Uang Bunuh Pancasila.
Negara Pancasila adalah negara yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan keadilan. Hukum adalah instrumen untuk mewujudkan keadilan, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Sayang, Negara Indonesia yang katanya negara Hukum malah lebih tepat disebut negara kekuasaan.
Aksi demonstrasi Mahasiswa, ataupun masyarakat, yang dilindungi hukum, malah ditindak represif. Baru-baru ini, Puluhan mahasiswa malang yang ingin menyampaikan protesnya langsung didepan Presiden malah ditindak represif dan sempat ditahan. Apa ini yang negara pancasila?

Penegak hukum cenderung pro terhadap korporasi, rakyat kecil yang memperjuangkan hak nya melawan korporasi, malah ditindak dan diusir paksa. Apa ini negara Pancasila..?

Tersangka Penistaan Agama belum ditahan sampai terbukti bersalah melalui beberapa kali sidang, namun ulama, yang keras bicara tentang PKI, langsung ditahan pasca ditetapkan sebagai tersangka. Apa ini negara Pancasila?

Seorang tokoh reformasi, guru bangsa, tokoh umat yang kritis dan gigih memperjuangkan kebenaran dan keadilan, dituduh korupsi, diincar dengan tujuan pembusukan karakter. Sementara kasus-kasus korupsi besar layaknya BLBI yang membuat negara Harus membayar bunga obligasi 70T pertahun, entah disimpan dimana? Entah disembunyikan dimana?

Apa ini negara Pancasila. Negara yang adil dan beradab.?

Negara Pancasila adalah negara yang menegakkan hukum demi keadilan dan kemanusiaan. Bukan negara yang tunduk pada kekuatan uang dan kekuasaan.

Pancasila sedang di keroyok dari berbagai sisi. Tugas kitalah untuk menjaga Pancasila. Jika masih Hidup, para pendahulu pasti menangis. Pancasila yang dirumuskan dengan darah dan air mata, hari ini seakan simbol tanpa makna.

Saya Taufan
Saya Indonesia
Saya Akan Perjuangkan Pancasila

Penulis :Taufan Putra Revolusi (Ketua Umum DPP IMM)

Reponsive Ads