Page Nav

HIDE

Gradient Skin

Gradient_Skin

Pages

Responsive Ad

Perkuat Kebinekaan, UAJY Gelar Budaya Nusantara 2017 - BeritaSatu

Perkuat Kebinekaan, UAJY Gelar Budaya Nusantara 2017 - BeritaSatu ...

Perkuat Kebinekaan, UAJY Gelar Budaya Nusantara 2017 - BeritaSatu

UKM SBN UAJY) menyuguhkan Pagelaran Budaya Nusantara dengan thema "Artchipelago" di pelataran Kampus II, Gedung Thomas Aquinas, Babarsari, Yogyakarta pada Sabtu malam 3 Juni 2017. Perkuat Kebinekaan, UAJY Gelar Budaya Nusantara 20 17

UKM SBN UAJY) menyuguhkan Pagelaran Budaya Nusantara dengan thema "Artchipelago" di pelataran Kampus II, Gedung Thomas Aquinas, Babarsari, Yogyakarta pada Sabtu malam 3 Juni 2017.

Yogyakarta - Kebinekaan bukanlah faktor yang harus diingkari atau diseragamkan, apalagi ditertibkan dengan jalan kekerasan, tetapi sebagai sebuah panggilan ilahi untuk bersama-sama mewujudkan keadilan dan kebaikan bersama.

Sikap toleran menjadi prasyarat mutlak yang semestinya dimiliki setiap masyarakat Indonesia. Toleran sebagai sikap mental dan etika kebaikan dalam rangka mewujudkan perserikatan yang otentik, perkauman yang solid, dan kebinekaan yang dinamis dan produktif.

Toleran sebagai sikap melucuti watak-watak merasa benar dan menang sendiri. Sebab den gan toleransi seseorang tengah berupaya mengekang dirinya dari godaan merasa benar sendiri, sok kuasa, dan pengekangan hasrat mendesakkan keinginannya kepada yang lain.

Walaupun lahir dengan banyak kemungkinan, tetapi satu hal yang semestinya tetap disadari adalah kenyataan bahwa jati diri manusia senantiasa dirumuskan oleh kehadiran yang lain.

Setelah berakhirnya Perang Dingin, kecenderungan yang terjadi bukanlah pengelompokan masyarakat ke dalam entitas tertinggi, yaitu pengelompokan peradaban. Fenomena yang terjadi adalah berkebalikan, yakni perpecahan menuju entitas yang lebih kecil berdasarkan suku dan etnisitas.

Hal ini jelas sekali terlihat pada disintegrasi Uni Soviet yang secara ironis justru disatukan oleh dasar budaya dan peradaban yang sama. Lain lagi, persoalan perpecahan antara Jerman Barat dan Jerman Timur yang kembali bersatu karena persamaan suku dan kebudayaan. Dalam kasus ini kebinekaan telah menjadi faktor pemersatu yang kokoh.

Menyada ri kedahsyatan kebinekaan sebagai faktor pemersatu yang kokoh, Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Budaya Nusantara Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UKM SBN UAJY) menyuguhkan Pagelaran Budaya Nusantara dengan thema “Artchipelago” di pelataran Kampus II, Gedung Thomas Aquinas, Babarsari, Yogyakarta pada Sabtu malam (3/6).

Terdapat beberapa stand yang ikut mendukung pagelaran tersebut, yakni stand NTT, Papua, Nias, Kalimantan, Toraja, dan Batak. Di samping memamerkan kreasi-kreasi hasil budaya masing-masing, mereka juga menyuguhkan tarian-tarian dan kesenian lainnya dari daerah asal mereka.

Wakil Rektor III UAJY, R Sigit Widiarto SH LLM mengapresiasi semangat dan kesungguhan para mahasiswa yang memelopori dan berjuang bersama demi tumbuh kembangnya virus kebinekaan di kampus UAJY.

“Pendidikan kebinekaan tidak berarti sebatas merayakan keragaman belaka. Akan lebih tepat apabila diarahkan sebagai advokasi untuk menciptakan masyarakat yang toleran dan bebas diskrimin asi kultural. Kesadaran ini mengandung makna bahwa pendidikan multikultural berpotensi untuk menghindari dikotomi dan mengembangkan apresiasi yang lebih baik melalui kompetensi kebudayaan yang ada,” ujarnya dalam sambutan pembukaan acara.

Semangat kebinekaan tersebut, lanjut Sigit, diharapkan menjangkiti semakin banyak mahasiswa sehingga terbukalah peluang untuk masa yang akan datang bakal muncul event yang lebih besar, baik skala, jangkauan, dan partisipasi mahasiswa serta keterlibatan masyarakat luas.

Tidak menutup kemungkinan event besar tersebut akan dilaksanakan setiap tahun secara periodik. Dengan demikian akan semakin mengokohkan UAJY sebagai kampus unggul, inklusif, dan humanis sebagai cermin Indonesia mini, tempat bersemayam dan berkembangnya multikulturalisme.

“Multikulturalisme harus dipahami juga sebagai proses negosiasi yang tak pernah tunggal, tak sepenuhnya bisa eka, dan tak sepenuhnya meyakinkan bahwa dirinya, kaumnya, kebudayaannya mewakili sesuatu yang mahabenar. Kita hidup di zaman yang makin menyadari kenisbian banyak hal. Untuk itu, pohon multikultural yang bersama kita tanam harus semakin kokoh dan berbuah kemaslahatan bagi bangsa dan negara tercinta, Indonesia. Salam budaya!,” pungkas Sigit.


Investor Daily

/GOR

Investor Daily

Sumber: Google News Budaya

Reponsive Ads