Pemda Ikut Berkontribusi - Investor Daily ...
TOUR DE FLORES ANGKAT PARIWISATA NTT (2)
Pemda Ikut Berkontribusi
Oleh Siprianus Edi Hardum | Sabtu, 1 Juli 2017 | 10:39
- Kunjungan Wisman ke NTT Naik 15%
- Labuan Bajo Masuk 10 Destinasi Prioritas
- Menpar: TdF Jadi Agenda Tahunan
- Tour de Flores, Ajang Promosi Wisata
- 8 Kementerian Dukung Tour de Flores
Tetapi, kenapa acara ini mahal dan pemda harus ikut membiayai?
TdF mengangkat nama Flores, NTT, masuk radar dunia. Berita mengenai TdF 2016 menjadi trending topic di media sosial nasional selama lima hari. Dari tahun ke tahun, pemberitaan mengenai TdF diharapkan semakin luas. Acara ini mahal karena biaya tiket pesawat para atlet, wasit, dan tenaga teknis. Acara ini juga mahal karena ada biaya hotel, transportasi darat, hadiah, dan sejumlah pos pengeluaran lainnya.
Promosi adalah investasi, sedangkan pariwisata adalah komoditas. Adalah keliru jika ada pihak yang berpandangan bahwa promosi adalah kegia tan mubazir, hanya membuang-buang uang, tenaga, dan waktu. Sebagai komoditas, pariwisata harus dipromosikan. Tanpa promosi, seindah apa pun suatu daerah, wisatawan tak akan melirik.
Acara besar seperti TdF membutuhkan dana yang cukup besar. Namun manfaat yang diperoleh dari lomba balap sepeda internasional ini jauh lebih besar besar. Setiap event yang diberitakan luas seperti TdF mendapatkan media values yang sangat besar. Jika biaya sebuah event pariwisata sekitar Rp 15 miliar, media values bisa lebih dari 10 kali.
Pemda harus ikut membiayai karena, pertama, TdF adalah event Pemerintah Provinsi NTT. Sedangkan kami, Yayasan Alumni Seminari Mataloko (Alsemat) adalah event organizer (EO) yang membantu suksesnya acara ini.
Kedua, dana sponsor belum cukup untuk menutup biaya TdF. Masih dibutuhkan waktu lama untuk bisa menarik minat sponsor yang lebih banyak.
Tahun de pan, 2018, Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games. Ada dana sponsor, yang masih terus dicari. Tetapi, pemerintah menyediakan dana Rp 4,5 triliun. Dari jumlah itu, dana sebesar Rp 1,5 triliun sudah digelontorkan.
Jadi, pada tahap awal, pemerintah daerah ikut membiayai, karena TdF belum memiliki daya tarik yang cukup untuk mendapatkan sponsor dalam jumlah yang bisa menutup biaya penyelenggaraan lomba. Namun, seiring perjalanan waktu, publikasi yang luas dan kemajuan pariwisata di Flores, TdF diharapkan menarik minat sponsor dan kontribusi pemda perlahan menurun. Arahnya memang ke sana.
Apakah semua kegiatan TdF tahun 2016 dan 2017 dibiayai pemda?
Tidak. Kementerian Pariwisata juga memberikan kontribusi, khususnya untuk iklan promosi event TdF. Pemprov NTT juga mengalokasikan dana bagi TdF yang jumlahnya lebih besar dari rata-rata kontribusi setiap pemda. EO juga ikut membiayai dengan dana dari sponsor d an pada fase persiapan hingga pelaksanaan mengeluarkan dana talangan.
Berapa besar kontribusi setiap pemda pada TdF 2016 dan 2017?
TdF 2016 berawal dari Larantuka, Flores Timur, dan berakhir di Labuan Bajo, Manggarai Barat. Para atlet melewati Maumere (Sikka), Ende (Ende), Bajawa (Ngada), dan Ruteng (Manggarai). Enam kabupaten diharapkan ikut membiayai. Tetapi, ada satu kabupaten yang hanya membiayai makan malam. Satu kabupaten lainnya hanya membiayai makan malam, acara ramah tamah, dan hotel. Sedang pengeluaran riil Pemprov NTT untuk TdF 2016 sekitar Rp 2,3 miliar.
Pada 2016, biaya riil yang dibayar setiap pemda, di luar makan malam, tidak lebih dari Rp 500 juta. Sedangkan berdasarkan bujet, kontribusi masing-masing pemda mestinya sekitar Rp 1 miliar. Kondisi ini menyebabkan EO harus menanggung sebagian besar biaya lomba, yakni membayar peralatan lomba, menyewa kapal laut untuk mengangkut peralatan lomba dan seb agian tim teknis, transportasi udara para atlet dan tim teknis, biaya transportasi lokal, dan hotel di satu kabupaten.
Dana sponsor habis terpakai, bahkan masih defisit. Pengeluaran terbesar TdF adalah biaya tiket 180 atlet dan ofisial, 18 wasit, dan 110 anggota tim teknis. Biaya besar lainnya adalah peralatan lomba, hadiah, mobil, hotel, serta honor wasit, dan tim teknis. Yayasan Alsemat sebagai EO harus menggelontorkan dana hingga Rp 6 miliar. Harapan kami, setiap pemda membayar sesuai kewajiban agar dana talangan kami bisa kembali. Namun, apa boleh buat, harapan itu tidak terpenuhi.
Namun, kami bisa memahami kondisi ini. Urusan bujet selalu menjadi diskusi alot pemda dan DPRD. Diskusi bertambah alot karena proposal TdF 2016 baru diterima pemda menjelang akhir tahun 2015, saat anggaran 2016 sudah disahkan. Di sejumlah pemda, diskusi menjadi "sangat serius" karena event TdF dipolitisasi.
Pada TdF 2017, masing-masing pemda menganggarkan Rp 1 miliar. Pemda Flotim dan Manggarai Barat sedikit lebih besar karena di dua kota ini ada acara pembukaan dan penutupan TdF. Kami mengharapkan kiranya pemda membayar sesuai kewajiban.
Kami perkirakan, pengeluaran riil masing-masing pemda di bawah Rp 1 miliar, karena peralatan lomba yang memakan biaya besar, yakni barrier, sudah bisa diproduksi di Flores.
Tahun lalu barrier, gate, dan sepeda motor untuk marshal dibawa dari Banyuwangi. EO harus menyewa kapal laut Rp 1,1 miliar.
Di berbagai event sejenis di Indonesia, EO harus menyiapkan dana talangan cukup besar karena dana sponsor dibayar setelah event. Kondisi membuat banyak EO kesulitan, tak terkecuali Yayasan Alsemat sebagai EO TdF. Ini yang tak banyak dipahami.
Ada pihak yang menilai biaya pemda untuk TdF mengganggu APBD?
Saya yakin kontribusi kabupaten di Flores untuk penyelengg araan TdF sama sekali tidak mengganggu anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). APBD tujuh kabupatan yang dilewati pembalap berkisar Rp 750 miliar hingga Rp 1 triliun. Taruhlah biaya untuk TdF per kabupaten Rp 1 miliar. Dana itu hanya 0,1 persen dari total APBD terendah. Kalau anggaran Dinas Pariwisata di kabupaten Rp 3 miliar, dana TdF setara 33 persen. Anggaran promosi pariwisata mestinya sekitar 80 persen dari total bujet Dinas Pariwisata. Dan jika pariwisata hendak dibangun, semestinya anggaran pariwisata harus lebih besar.
Perbandingan dengan Tour de Ijen atau Tour de Banyuwangi?
Di Indonesia baru tiga tur sepeda profesional yang diakui UCI, yakni Tour de Singarak yang sudah delapan tahun dan Tour de Ijen yang tahun ini memasuki tahun keenam. Jika Tour de Singkarak diselenggarakan oleh EO, Tour de Ijen diselenggarakan sendiri oleh Pemkab Banyuwangi. Semua panitia adalah orang pemda. Acara ini dibiayai dana pemda dan sponsor.
Saya pernah menghadiri undangan Bupati Banyuwangi Azwar Anas, November 2014 untuk menghadiri acara karnaval sekaligus acara thanks giving bersama dubes AS. Para tamu VIP menginap di guest house kabupaten yang kualitasnya setara hotel bintang lima.
Yang menarik, dua pembawa acara--pria dan wanita yang merupakan aparat humas pemda--berbicara dengan bahasa Inggris yang fasih. Semua penerima tamu adalah aparat pemda dari berbagai instansi. Dana untuk event juga berasal dari berbagai instansi. Bupati Azwar Anas menjelaskan kemajuan pariwisata akan membuat bahan makanan, ternak penduduk, produk industri rakyat laku. Hotel dan restoran juga ramai dikunjungi.
Hampir setiap bulan, Banyuwangi memiliki event untuk menarik minat pariwisata. Pemda membuat kalender event untuk memandu rakyat dan para pengunjung. Tidak heran, Banyuwangi maju pesat. (bersambung)
Baca selanjutnya di http ://id.beritasatu.com/sport/kunjungan-wisman-ke-ntt-naik-15/162051
Kirim Komentar Anda
Komentar Untuk Artikel Ini
Jadilah yang pertama untuk menulis pendapat Anda!
Pasang iklan disini via B1 Ads
- TERPOPULER
- TERKOMENTARI
Sungkem Silaturahmi Ngalap Berkat Romo Budi kepada Nenek Muslimah
Puncak Arus Balik Melalui Soetta di Akhir Pekan
Sungkeman Silaturahmi, Halal Bi Halal Personal Penuh Damai-Sejahtera
ASDP Merak Operasikan 36 Kapal Ro-Ro
Arus Lalu Lintas Dua Arah Tol Jakarta-Cikampek Lancar
Hingga H+3, Pengunjung KBS Capai 60 Ribu Orang
KM Kelud Angkut 2.797 Penumpang Arus Balik
Jokowi Ajak Obama Naik Bogey dan Santap Bersama
Wapres Jamu Tim PSM di Kediamannya di Makassar
Penyelenggaraan Mudik Lebaran Lebih Baik Berkat Koordinasi
Tidak ada komentar