Page Nav

HIDE

Pages

Breaking News:

latest

Ads Place

Peneliti LIPI: Meski Menuai Kritik, Substansi Perppu Ormas Dibutuhkan - KOMPAS.com

Peneliti LIPI: Meski Menuai Kritik, Substansi Perppu Ormas Dibutuhkan - KOMPAS.com KOMPAS.com/Kristian Erdianto Pengamat politik dari Lembag...

Peneliti LIPI: Meski Menuai Kritik, Substansi Perppu Ormas Dibutuhkan - KOMPAS.com

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris KOMPAS.com/Kristian Erdianto Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menilai bahwa dari aspek hukum terdapat banyak kelemahan dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan ( Perppu Ormas).

Namun jika dilihat dari aspek subtansi, Perppu tersebut dibutuhkan untuk menangani keberadaan ormas yang diduga memiliki tujuan menghancurkan empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.

"Saya pikir, terkait Perppu itu kita bisa memahami, menurut banyak ahli hukum ada masalah di sana. Tetapi secara substansi bagaimanapun kita butuhkan juga. Tantangan kita bukan hanya menyelamatkan demokrasi tetapi juga menyelamatkan eksistensi republik ini," ujar Syamsuddin saat menghadiri diskusi bertajuk Sudah Tepatkah RUU Pemilu dan Perppu Ormas? di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (19/7/2017).

Syamsuddin mengatakan, salah satu tantangan yang dihadapi pemerintah saat ini adalah menangani keberadaan ormas-ormas radikal. Meski demikian ia mengkritik mekanisme pembubaran ormas tanpa melalui pengadilan.

(Baca: Wiranto Bantah Penerbitan Perppu Ormas Sarat Kepentingan Politik)

"Kalau saya menangkap suasananya membahayakan. Di situ kita bisa memahami substansi walaupun kita tolak pembubaran ormas mela lui menteri. Sebaiknya memang melalui pengadilan," tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (PPIM-UIN) Jakarta Ali Munhanif memandang bahwa pemerintah telah mengambil langkah politik yang tepat dengan menerbitkan Perppu Ormas.

Menurut Ali, saat ini banyak bermunculan ormas radikal dan organisasi yang berorientasi pada aksi kekerasan. Dia pun menyebut semakin banyak masyarakat yang percaya pada konsep khilafah.

"Menurut saya secara politik tepat waktu. Dengan banyaknya organisasi yang berorientasi pada radikalisme dan kekerasan, semakin banyak orang percaya pada khilafah," ujar Ali.

(Baca: Jokowi Minta Ulama Redam Gejolak Penolakan Perppu Ormas)

Ali mengatakan, jika melihat gejolak sosial yang ada saat ini dan hasil berbagai survei, bisa ditafsirkan adanya situasi kegentingan yang memaksa sebagai dasar penerbitan perppu.

Adanya aksi teror dan o rang-orang yang menyatakan dukungannya terhadap ISIS, kata Ali, merupakan akibat dari maraknya ormas-ormas radikal.

Sementara itu, survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyebutkan ada 9,2 persen responden yang setuju NKRI diganti menjadi negara khilafah atau negara Islam. Pemerintah pun berhak menafsirkan faktor kegentingan yang memaksa secara sepihak.

"Pemerintah berhak menafsirkan faktor genting. Hasil survei SMRC, yakni 9 persen responden setuju khilafah. Memang kecil, tapi dari ukuran jumlah penduduk, maka sekitar 10 sampai 15 juta orang yang berpandangan seperti itu," kata Ali.

Kritik terhadap Perppu Ormas

Sebelumnya, kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Yusril Ihza Mahendra berpendapat bahwa di dalam Perppu Ormas terdapat beberapa pasal yang bersifat karet, tumpang tindih dengan peraturan hukum lain dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.

Dia mencontohkan pasal 59 ayat (4) sebagai sala h satu pasal yang bersifat karet. Pada bagian penjelasan Pasal 59 Ayat (4) Huruf c menyebutkan, "ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila antara lain ajaran ateisme, komunisme/marxisme-leninisme, atau paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945."

Namun, lanjut Yusril, Perppu tersebut tidak menjelaskan secara detail mengenai penafsiran paham yang bertentangan dengan Pancasila. Di sisi lain penafsiran sebuah paham tanpa melalui pengadilan akan memunculkan tafsir tunggal dari pemerintah.

"Pasal ini karet karena secara singkat mengatur paham seperti apa yang bertentangan dengan Pancasila. Dalam bagian penjelasan tidak mengatur norma apapun," kata dia.

"Dan penafsiran sebuah ajaran, kalau tidak melalui pengadilan, maka tafsir hanya berasal dari pemerintah. Tafsir anti-Pancasila bisa berbeda antara satu rezim dengan rezim yang lain. Pemerintah bisa semaunya menafsirkan," u capnya.

Kompas TV Menurutnya pemerintah punya bukti yang kuat terkait kasus pembubran HTI. Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:
  • Penerbitan Perppu Ormas

Berita Terkait

Yusril: NU Juga Bisa Bubar Melalui Perppu Ormas

HTI Galang Dukungan Penolakan Perppu Ormas ke Sejumlah Fraksi di DPR

Fadli Zon Terima Forum Ormas Islam, Minta DPR Tolak Perppu Ormas

"Kegentingan Perppu Ormas Jelas, Ada Organisasi Anti-Demokrasi dan Pancasila"

Ini Langkah Pemerintah jika Pakai Pasal Penodaan Agama Perppu Ormas

Terkini Lainnya

Setya Novanto Tersangka, JK Ingatkan Golkar Jaga Eksistensi

Setya Novanto Tersangka, JK Ingatkan Golkar Jaga Eksistensi

Nasional 19/07/2017, 23:30 WIB Indonesia Penuhi Target Medali pada ASEAN Schools Games

Indonesia Penuhi Target Medali pada ASEAN Schools Games

Olahraga 19/07/2017, 23:12 WIB Polisi Saudi Bebaskan Wanita yang Pakai Rok Mini Tanpa Dakwaan

Polisi Saudi Bebaskan Wanita yang Pakai Rok Mini Tanpa Dakwaan

Internasional 19/07/2017, 23:05 WIB Lupa Matikan Kompor Saat Melayat, Warung Soto Terbakar

Lupa Matikan Kompor Saat Melayat, Warung Soto Terbakar

Regional 19/07/2017, 23:04 WIB Sosok Ong Ye Kung dan Masa Perselisihan di Singapura

Sosok Ong Ye Kung dan Masa Perselisihan di Singapura

Internasional 19/07/2017, 22:57 WIB LBH: 37 Laporan Kasus Penyiksaan oleh Polisi Tak Pernah Diproses Hukum

LBH: 37 Laporan Kasus Penyiksaan oleh Polisi Tak Pernah Diproses Hukum Megapolitan 19/07/2017, 22:47 WIB Pansus Angket Serahkan Hasil Audit KPK Ke Kepolisian

Pansus Angket Serahkan Hasil Audit KPK Ke Kepolisian

Nasional 19/07/2017, 22:47 WIB Banyak Kasus Bunuh Diri, Masalah Kesehatan Jiwa Diharapkan Bisa Diketahui Sejak Dini

Banyak Kasus Bunuh Diri, Masalah Kesehatan Jiwa Diharapkan Bisa Diketahui Sejak Dini

Megapolitan 19/07/2017, 22:22 WIB Teronggok Sakit, Kakek Sebatangkara Hidup dari Belas Kasihan Tetangga

Teronggok Sakit, Kakek Sebatangkara Hidup dari Belas Kasihan Tetangga

Regional 19/07/2017, 22:15 WIB Bicarakan Partai Golkar pasca Novanto Tersangka, Yorrys Temui JK

Bicarakan Partai Golkar pasca Novanto Tersangka, Yorrys Temui JK

Nasional 19/07/2017, 22:00 WIB Trump dan Putin Gelar Pembicaraan 'Rahasia' di Hamburg

Trump dan Putin Gelar Pembicaraan "Rahasia" di Hamburg

Internasional 19/07/2017, 21:53 WIB Tiga Pelaku 'Bullying' Mahasiswa di Gunadarma Diskors 12 Bulan

Tiga Pelaku "Bullying" Mahasiswa di Gunadarma Diskors 12 Bulan

Megapolitan 19/07/2017, 21:53 WIB Cium Bau Tak Sedap, Dullah Temukan Mayat Bayi

Cium Bau Tak Sedap, Dullah Temukan Mayat Bayi

Regional 19/07/2017, 21:45 WIB Wakapolri Akui Ada Kekurangan pada Pengangkatan Penyidik KPK

Wakapolri Akui Ada Kekurangan pada Pengangkatan Penyidik KPK

Nasional 19/07/2017, 21:41 WIB Anggota Partai Komunis China Dijatuhi Sanksi Jika Memeluk Agama

Anggota Partai Komunis China Dijatuhi Sanksi Jika Memeluk Agama

Internasional 19/07/2017, 21:33 WIB Lo ad MoreSumber: Google News

Tidak ada komentar

Latest Articles