Page Nav

HIDE

Pages

Breaking News:

latest

Ads Place

Indonesia Berperan Penting atas Palestina

Indonesia Berperan Penting atas Palestina ...

Indonesia Berperan Penting atas Palestina

Home » Fokus

Indonesia Berperan Penting atas Palestina

print this page Selasa, 12/12/2017 | 20:20

IlUSTRASI: RILIS.ID/Hafidz Faza

Top fokus

Populer

  1. Gary Lineker 'Muak' dengan Perlakuan Tentara Israel terhadap Anak-Anak Palestina
  2. Persidangan Setya Novanto Tetap Berjalan Hari Ini
  3. Elektabilitas Gus Ipul-Anas dan Khofifah-Emil Dardak Beda Tipis
  4. Elektabilitas Presiden Jokowi di Bawah Prabowo
  5. Orasi Gadis Cilik Palestina yang Menggetarkan: Demi Allah! Kami akan Bebaskan Palestina
  6. Repetisi Kecaman Hiasi KTT OKI, PM Israel Tanggapi Ringan
  7. Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto Gantikan Setya Novanto

PEMERINTAH Indonesia akan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Kerjasama Islam pada 13 Desember mendatang di Istanbul Turki. Salah satu bahasan dalam perhelatan besar negara-negara Islam tersebut adalah soal Palestina.

Khususnya, pengakuan Presiden Amerika Serikat terkait ibu kota Israel di Yerusalem dan rencana pemindahan kedutaan besarnya ke daerah tersebut. Melihat pentingnya tema itu, Indonesia harus berperan dan berani menjadi penentu "arah" kebijakan dunia.

Baca Juga:
  • Petugas Administrasi Israel Gusur Sekolah Desa di Yerusalem Timur
  • Khawatir Pergerakan Mahasiswa, Tentara Israel Serang Institusi Pendidikan Palestina
  • Sisi Positifnya, Kebijakan Trump Kembalikan Perhatian Dunia ke Palestina

Wartawan rilis.id mewawancarai Direktur Pusat Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia, Abdul Muta'ali, untuk menelik isu panas ini. Bagaimana pandangannya?

Kebijakan Trump soal Yerusalem dinilai kontroversial, apa yang melatarbelakanginya?

Ada beberapa perspektif. Pertama, ini tidak lebi h dari janji kampanye. Kalau melihat hasil survei sebelum Pilpres Amerika, Trump tidak memiliki potensi menang. Ia kurang populer, kampanyenya pun sangat berbau SARA. Bahkan, ia mengecam imigran. Padahal, banyak penduduk di sana adalah imigran.

Tapi kenapa dia bisa menang? Dengan sangat terpaksa, saya menggunakan teori konspirasi. Lobi Yahudi itu sangat kuat, sehingga tidak ada makan siang yang gratis. Di menit terakhir, Trump "bermain" lewat menantunya sehingga ia bisa menang. Jadi, klaim dia soal Yerusalem tidak lebih dari memenuhi janji politik.

Kedua, ini bentuk show of force (unjuk kekuatan) dari Trump. Ketika banyak pihak yang meragukannya. Dikatakan, tidak punya pengalaman di birokrasi, tidak mampu memimpin negara sebesar Amerika. Di sini Trump menunjukkan kepada dunia.

Saat Presiden terdahulu tak mampu menjalankan undang-undang yang terbit pada 1995 soal dukungan Amerika Serikat terhadap Israel, Trump membuat terobosan. Ini se bagai bukti bahwa dirinya berani dan memiliki karakter.

Ketiga, klaim sepihak ini respons Trump kepada masyarakat Yahudi terhadap rekonsiliasi Hamas dan Fatah. Kita tahu, 10 tahun ke belakang, kedua fraksi besar yang ada di Palestina ini sulit bersatu. Namun akhirnya mereka bisa duduk bersama.

Bahkan, yang menarik ketika Presiden Mahmod Abbas mengatakan, "Kalau bisa kita tukar guling sekalian, perdana menterinya dari Fatah presidennya dari Hamas." Ini menurut saya sebuah lompatan luar biasa dari sejarah Palestina. Nah, rekonsiliasi itu direspons Trump dengan klaim sepihak.

Pengaruh dari kebijakan ini bagaimana nantinya?

Klaim sepihak ini tidak akan terealisasi. Hal yang menarik, Menlu AS Rex menyatakan realisasi pemindahan ibu kota bukan perkara mudah, membutuhkan dua sampai tiga tahun.

Itu berarti, Trump akan melihat kondisi di lapangan, bagaimana di Timur Tengah dan di dalam Amerika sendiri. Tadi malam, Senin (11/12), New York meledak. Artinya, Trump dengan dalih respons dari masyarakat internasional berujung pada anarkisme, ekstremisme, radikalisme.

Dari sana, Trump dengan sangat mudah mengatakan, deklarasi pemindahan Yerusalem sebagai ibu kota Israel tidak bisa direalisasikan, karena alasan keamanan dan perdamaian dunia. Tapi jika ini tetap dilakukan, Amerika akan sampai di fase terakhirnya.

Pascaputusan tersebut, bagaimana kondisi dalam negeri di Amerika Serikat?

Sudah ada 60 senator dari Demokrat, dan 20 orang dari Republik (partai yang membesut Trump sebagai presiden) yang melakukan penandatanganan petisi. Ini terus bergulir.

Artinya, masyarakat Amerika yang sebanyak 65 persen imigran juga tidak berpihak, mendukung presidennya sendiri. Kita juga harus arif melihatnya, antara klaim individu dan masyarakat Amerika. Itu adalah kebijakan Trump sendiri.

Peluang Indonesia memperjuangkan ini?

< p>Karena ada ketidaksepakatan di masyarakat Amerika, momen ini bisa dimanfaatkan Presiden RI Joko Widodo. Seharusnya, ini juga menjadi perhatian parlemen di Indonesia. Caranya, melakukan konsultasi dan komunikasi dengan parlemen Amerika. Imbasnya pada civil society.

Bagaimana melihat potensi dari KTT OKI pada 13 Desember mendatang?

Anggota OKI yang bisa bersuara dan memberikan aksi nyata adalah Turki dan Indonesia. Seluruh negara Timur Tengah yang tergabung di OKI nyaris tidak bisa melakukan apa-apa.

Namun, Indonesia punya kelebihan dari Turki. Bila melihat lebih jauh, Turki memang dua langkah lebih maju dari Indonesia. Pertama, karena Turki sebagai Ketua OKI. Kedua, negara tersebut sebagai penyelenggara. Tapi ada keunggulan dari kita yang tidak dimiliki Turki.

Indonesia punya 3 kelebihan. Yakni, pertama, sebagai negara yang memiliki pendud uk Islam terbesar. Kedua, Indonesia tidak punya kesepakatan ekonomi dan politik dengan Israel. Turki tidak bisa karena sebagai anggota NATO. Ketiga, Indonesia ketika menyelesaikan konflik kerap menggunakan pendekatan humanis, kemanusiaan.

Lihat Pidato Erdogan. Dia menyatakan, "Kalau pemerintahan Trump menjadikan Yarusalem sebagai ibu kota Israel, maka sudah menyentuh red line, ambang batas umat Islam. Saya akan memobilisasi umat Muslim di seluruh dunia untuk melawan."

Ini artinya pendekatan Erdogan adalah pendekatan Ideologi. Bukan berarti buruk, namun masyarakat di dunia tidak semuanya umat Muslim. Bahkan di Yerusalem sendiri. Berbeda dengan Indonesia. Ada Rumah Sakit di Gaza, milik Indonesia. Begitu juga di Rakhine. Hanya kita yang mendapat izin.

Karena pendekatannya bersifat kemanusiaan. Semua orang punya hati. Indonesia ini berpegang pada konstitusi, "Kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh karena itu penjajahan di ata s dunia harus dihapuskan." Itu amanah. Tanpa melihat agamanya.

Usul buat Indonesia dalam KTT OKI nanti?

Usulnya, Bu Menlu (Retno Marsudi) nanti setelah dari OKI, di Istanbul, jangan dulu pulang ke Jakarta. Berangkat langsung ke Brussel, Belgia. Lalu, minta izin untuk berbicara di parlemen di Uni-Eropa.

Kemudian, galang kekuatan koalisi bersama. Indonesia - Uni Eropa. Ini tidak mungkin dengan negara-negara Timur Tengah. Mereka punya masalah dan konflik yang akut. Bahkan, untuk menyelesaikannya saja, harus "kembali" ke Washington.

Indonesia harus yakinkan parlemen Uni-Eropa untuk membangun antitesis dari klaim sepihak Trump. Lalu katakan, "Bangsa Palestina adalah bangsa yang merdeka. Mereka berhak memiliki negara. Ibu kotanya adalah Yarusalem." Ini klaim. Membalas Trump. Klaim dibalas dengan klaim.

Baca juga:

Polemik "Kota Suci" Tak Berkesudahan (bagian 1)

Rentetan Gertakan Indonesia (bagian 2)

Kecaman Dunia Terhadap Trump (bagian 3)

Indonesia Berperan Penting atas Palestina (bagian 4)

Tragedi Kemanusiaan di Palestina (bagian 5)

Penulis Syahrain F
Editor Andi Mohammad Ikhbal

Tags:

YerusalemPalestinaIsraelAmerika SerikatIndonesia

Sumber: Google News Parlemen

Tidak ada komentar

Latest Articles