Pertaruhkan Keabsahan Pemilu, DPR-Pemerintah Hapus Verifikasi ... JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan DPR mendesak Komisi Pemilihan Umum (...
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan DPR mendesak Komisi Pemilihan Umum ( KPU) untuk menghapus tahapan verifikasi faktual sebagai mekanisme seleksi partai politik peserta pemilu.
Hal itu menjadi keputusan rapat dengar pendapat Komisi II DPR dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawasan Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Keputusan tersebut diambil menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 53/PUU-XV/2017 atas gugatan Pasal 173 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Dalam putusannya, MK membatalkan Pasal 173 Ayat 3 dengan konsekuensi mengharuskan semua partai politik peserta pemilu melalui tahapan verifikasi faktual, yang awalnya berlaku hanya untuk partai baru.
Namun, pemerintah dan DPR ngotot melawan putusan MK tersebut dengan menghilangkan tahapan verifikasi faktual . Pemerintah dan DPR menganggap putusan MK tak mengharuskan adanya tahapan verifikasi faktual.
(Baca: Berlawanan dengan Putusan MK, Pemerintah-DPR Sepakat Hapus Verifikasi Faktual)
Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali menilai MK hanya memutuskan semua partai politik melalui tahapan verifikasi terlebih dahulu sebelum ditetapkan sebagai peserta pemilu. Menurut dia, verifikasi telah dilakukan saat mengisi Sipol (Sistem Informasi Partai Politik).
Menurut Amali, dalam pengisian Sipol, KPU telah memverifikasi data yang disyaratkan sebagai peserta pemilu, sebagaimana tercantum dalam Pasal 173 Ayat 2 Undang-Undang Pemilu.
Karena itu, ia menyatakan verifikasi faktual seperti yang tengah diberlakukan kepada empat partai baru, yakni PSI, Perindo, Partai Garuda, dan Partai Berkarya tak lagi diperlukan.
Menurut DPR dan pemerintah, mereka pun otomatis lolos sebagai peserta pemilu karena telah melalui tahap pengisian Sipol.
"Karena memang dalam Pasal 17 3 itu setelah kita baca tadi semua bahwa di situ hanya menyebutkan verifikasi saja. Apa yang sudah dilakukan KPU selama ini dengan Sipol, fraksi-fraksi dan pemerintah menganggap sudah, itulah verifikasi," kata Amali, usai rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/1/2018).
(Baca juga: Polemik Eksekusi Putusan MK, Parpol Lama Dinilai Tak Siap Diverifikasi Faktual)
Akan tetapi, Juru Bicara MK Fajar Laksono menegaskan verifikasi faktual wajib diberlakukan kepada seluruh partai politik peserta Pemilu 2019. Hal itu merupakan konsekuensi dari putusan MK atas gugatan Pasal 173 Undang-Undang Pemilu.
Jika ketentuan MK itu tak dilaksanakan, maka Pemilu 2019 dikhawatirkan terancam keabsahannya. Itu artinya presiden dan wakil presiden terpilih serta seluruh anggota legislatif dipertanyakan legitimasinya sebagai pejabat dan penyelenggara negara.
Saat ditanya potensi penurunan kualitas peserta pemilu lantaran tak lagi melalui tahapan verifikasi faktua l, Amali menjawab hal itu tak mungkin terjadi. Sebab, dia kembali menegaskan bahwa KPU juga memverifikasi secara faktual data Sipol.Hal senada disampaikan oleh Mendagri Tjahjo Kumolo. Ia menilai putusan MK merupakan solusi terbaik karena mempermudah proses verifikasi dengan tidak wajibnya dilakukan verifikasi faktual.
"Apa pun, justru keputusan MK ini memudahkan, khususnya KPU, untuk melakukan verifikasi parpol baik partai yang lama maupun yang baru. Enggak ada masalah. Kami juga menyepakati tidak ada perubahan undang-undang," kata Tjahjo.
(Baca juga: Tidak Ikuti Putusan MK, Pemilu 2019 Terancam Inkonstitusional)
Pada praktiknya, menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, Sipol tidak mengecek data yang dimaksudkan dengan memverifikasi secara faktual di lapangan.
"Kesepakatan itu jangan mengakali akal sehat. Jangan membuat pemilu kita bermasalah secara legitimasi dan secara aspek konsti tusionalitas," kata Titi saat dihubungi, Selasa (16/1/2018) malam.
KOMPAS.com/AMBARANIE NADIA Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini dalam diskusi di Jakarta, Minggu (2/4/2017).Titi menambahkan, ada empat pertimbangan putusan MK yang mengharuskan verifikasi faktual diberlakukan kepada seluruh partai politik.Pertama, setiap partai politik peserta pemilu harus diperlakukan secara adil sehingga semua melewati proses yang sama.
Kedua, kepengurusan partai dimungkinkan berubah karena ada daerah pemekaran baru sehingga diperlukan untuk mengecek ulang secara faktual.
Ketiga, MK memandang partai sebagai badan usaha yang dinamis karena sewaktu-waktu bisa terjadi pergantian kepengurusan. Dengan adanya verifikasi faktual maka bisa meminimalisasi masuknya partai yang sed ang berkonflik serta bermasalah sebagai peserta pemilu.
Keempat, MK memandang verifikasi faktual mampu menjamim terpenuhinya syarat bagi partai politik untuk menjadi peserta pemilu.
"Peraturan KPU pun mengenal tiga babak verifikasi. Satu, pendaftaran kelengkapan berkas. Dua, penelitian administrasi. Tiga, verifikasi faktual. Tak mungkin ini diubah tafsir soal tak dikenal verifikasi faktual," kata Titi.
KPU sendiri hingga saat ini tetap akan melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk melakukan verifikasi faktual, termasuk terhadap parpol lama yang sudah menjadi peserta Pemilu 2014.
(Baca: KPU Tegaskan Akan Laksanakan Putusan MK soal Verifikasi Faktual)
Terkait rekomendasi pemerintah dan DPR agar KPU menghapus verifikasi faktual, KPU akan tetap menjalankan seluruh tahapan dengan payung hukum putusan MK.
"KPU akan melaksanakan putusan MK. Konsultasi dengan DPR dan pemerintah tidak terkait bagaimana sikap kami terhadap pu tusan MK. Kami tidak akan rembugan. Kami akan laksanakan putusan MK," kata Komisioner KPU Wahyu Setiawan, di Gedung Komisi Pemilihan Umum RI (KPU), Jakarta, Selasa malam.
Kompas TV Komisi II DPR menggelar rapat bersama Kementerian Dalam Negeri, KPU, dan Bawaslu. Page: 123 Show All Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:- Jelang Pemilu 2019