Page Nav

HIDE

Gradient Skin

Gradient_Skin

Pages

Responsive Ad

Kementerian Perdagangan Diminta Selesaikan Aturan Turunan UU ... - Tribunnews

Kementerian Perdagangan Diminta Selesaikan Aturan Turunan UU ... - Tribunnews Kementerian Perdagangan Diminta Selesaikan Aturan Turunan UU P...

Kementerian Perdagangan Diminta Selesaikan Aturan Turunan UU ... - Tribunnews

Kementerian Perdagangan Diminta Selesaikan Aturan Turunan UU Perdagangan

Rieke meminta Menteri Perdagangan segera merevisi aturan turunan yang sudah ada, yang justru membahayakan kedaulatan pangan nasional

Senin, 5 Juni 2017 17:54 WIB Kementerian Perdagangan Diminta Selesaikan Aturan Turunan UU PerdaganganDok. DPRRieke Diah Pitaloka

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rieke Diah Pitaloka, anggota Komisi VI DPR Fraksi PDI Perjuangan menilai karut marut masalah perdagangan, salah satu problem utamanya karena Kementerian Perdagangan belum menyelesaikan aturan turunan dari UU 7/2014 tentang Perdagangan.

Indonesia negara hukum, tidak mungkin kebijakan dijalankan tanpa atur an hukum.

Dalam UU Perdagangan sudah cukup jelas dan tegas mengatur tentang perdagangan dalam negeri, kualitas pengelolaan pasar rakyat, penguatan koperasi dan UKM, pengendalian ketersediaan barang kebutuhan pokok, ekspor, impor, penyimpanan, barang yang diperdagangkan, dsb.

"Namun, implementasi dari suatu UU tidak mungkin terjadi tanpa aturan turunan, akibatnya pencegahan, hingga sanksi hukum bagi pelanggar yang membahayakan pangan nasional pun tidak dapat ditegakkan," kata Rieke dalam keterangan pers, Senin (5/6/2017).

Anggota DPR dari PDI Perjuangan ini meminta Menteri Perdagangan segera merevisi aturan turunan yang sudah ada, yang justru membahayakan kedaulatan pangan nasional.

Ia mencotohkan, pasal 11 PP 71/2017 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.

Seperti ayat 1 (satu) ".... Barang Kebutuhan Pokok dan/atau Barang Penting *dilarang disimpan di Gudang dalam jumlah dan waktu tertentu dan a yat 2 (dua) "Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) yaitu jumlah di luar batas kewajaran yang melebihi stok atau persediaan barang berjalan, untuk memenuhi pasar dengan waktu paling lama 3 (tiga) bulan, berdasarkan catatan rata-rata penjualan per bulan dalam kondisi normal.

"Pasal 1 dan 2 ini membuka peluang pelaku besar melakukan penimbunan barang dan melakukan permainan harga," kata Rieke dalam keterangan pers, Senin (5/6/2017).

Kemudia Permendag No 125/2015 tentang Ketentuan Impor Garam, menurut Rieke melemahkan petani garam karena menghapus aturan sebelumnya yang kewajiban importir menyerap garam rakyat minimal 50%.

Permen ini berpotensi kuat lemahkan usaha garam rakyat, bahkan mencabut wewenang Kementerian Perindustrian dalam mengeluarkan rekomendasi izin impor garam industri yang dapat mengakibatkan garam impor untuk industri dijadikan garam produksi.

Juga Permendag No 70/2015 tentang Angka Pengenal Impor (API) yang mengh apus ketentuan sebelumnya yang membatasi perusahaan pemilik Angka Pengenal Impor kategori Umum (API-U) yang tercakup dalam satu bagian (section) seperti diatur dalam Sistem Klasifikasi Barang.

Permendag ini mengijinkan importir API-U mengimpor semua jenis barang untuk tujuan diperdagangkan.

"Aturan ini jelas berbahaya karena berpotensi besar prosusen berubah menjadi perdagangan (trader), arus deras impor yang tidak terkendali, yang mengancam produsen nasional," kata Rieke.

Dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI (5/6/2017), bagian legal Kementerian Perdagangan mengakui mayoritas aturan turunan belum diselesaikan.

Aturan turunan dari UU Perdagangan yang harus segera dibuat Pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan dari 9 Peraturan Pemerintah, satu pun belum ada yang dibuat, dari 9 Perpres, baru 1 (satu) Perpres yang ada yaitu: Perpres No 71/2015 tentang Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokoknya dan Barang Penting dan dari 20 Permendag sebanyak 13 su dah ada.

Editor: Eko Sutriyanto Ikuti kami di Video Seorang Wanita Keluyuran Tanpa Busana Belanja di Minimarket Jakarta Bikin Geger

Reponsive Ads