Saat Allah Meluruskan Kemarahan Nabi Muhammad tirto.id - Dalam surat Ali Imran ayat 127, Allah berfirman: â(Allah melakukan hal demikian...
tirto.id - Dalam surat Ali Imran ayat 127, Allah berfirman:
â(Allah melakukan hal demikian itu) agar Dia membinasakan sekelompok kecil dari orang-orang yang kafir, atau untuk menjadikan mereka hina, lalu mereka kembali dalam keadaan kecewa.â
Kalau kita menganut pendapat yang menyatakan bahwa ayat-ayat (Ali Imran) sebelum ayat ini berbicara tentang Perang Badar, ayat ini pun dapat dipahami sebagai gambaran tentang hasil peperangan tersebut yang berakhir dengan kemenangan bagi umat Islam. Kemenangan yang dianugerahkan Allah adalah agar Dia membinasakan dengan pembunuhan sekelompok kecil dari pemuka orang-orang yang kafir, atau untuk menjadikan mereka hina, dengan menawan mereka, lalu mereka semua kembali dalam keadaan kecewa, yakni tidak memperoleh suatu apa pun dari yang diharapan.
Ada ulama yang mengaitkan kata membinasakan dengan tuntunan sebelumnya yaitu perintah bertawakal, bersabar, dan bertakwa. Seakan-akan ayat ini menyatakan: âHendaklah mereka bertakwa dan berserah diri kepada Allah agar Allah memperlakukan musuh-musuh mereka sebagaimana yang dikehendaki-Nya yaitu membinasakan,â dan seterusnya seperti bunyi ayat di atas.
Ayat di atas menggunakan istilah li yaqthaâa tharafan. Kata qarthaâa berarti "memotong", sedang tharaf berarti "ujung". Dari kata memotong dipahami bahwa orang-orang kafir itu tidak dihabisi semuanya, atau dibinasakan seluruhnya, tetapi hanya sedikit. Mereka hanya dipotong, tetapi yang dipotong atau dibinasakan hanya sedikit. Mereka hanya dipotong tetapi yang dipotong atau dibinasakan adalah ujung mereka. Ada juga yang memahami kata tharaf/ujung dalam arti petinggi-petingginya saja. Bukankan salah satu ujung sesuatu adalah puncaknya yang tertinggi?
Jika ayat ini dipahami telah berbicara tentang Perang Badar, jel as ketika itu sekian banyak pemimpin kaum musyrikin yang tewas. Antara lain tokoh utama perang itu yakni Abu Jahal, bersama tidak kurang dari tujuh puluh lainnya yang juga tewas. Dalam jumlah yang sama tertawan dalam keadaan hina. Dan dengan demikian sisanya kembali ke Mekkah dalam keadaan kecewa, yakni tiada memeperoleh suatu apapun dari harapan mereka.
Kata auw yang biasa diterjemahkan, atau dalam ayat ini bagi yang berpendapat bahwa ia berbicara tentang perang Badar, bukan dalam arti yang biasa itu. Tetapi ia dipahami dalam arti dan yang memberi makna penganekaragaman, yakni ada yang terbunuh dan ada pula yang terhina antara lain karena tertawan. Ini karena dalam peperangan itu ada di antara mereka yang terbunuh ada pula yang tertawan.
Tetapi, kalau ayat tersebut dipahami telah berbicara tentang Perang Uhud, ini termasuk janji Ilahi yang bersyarat itu, dan kata auw dapat berarti atau sebagaimana pengertian umumnya, yakni ketika itu yang terjadi adalah pembunuhan sedikit dari mereka, atau mereka memperoleh kehinaan, dan akhirnya mereka semua kembali dalam keadaan kecewa.
Betapa mereka tidak kecewa? Mereka berangkat dari Mekkah untuk menghabisi Islam dan membunuh Nabi Muhammad SAW, tetapi tujuan mereka itu tidak tercapai. Karena itu pula, dalam Perang Uhud, umat Islam tidak dapat dinamai kalah, walau tujuh puluh orang di antara mereka menjadi syuhada.
Menjadi menarik untuk juga menafsirkan ayat selanjutnya, yaitu Surat Ali-Imran ayat 128-129. Di sana Allah berfirman:
âTidak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim. Milik Allah apa yang di langit dan apa yang di bumi. Dia memberi ampun kepada siapa yang Dia kehendaki; Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki; dan Allah Maha Pengampunan lagi Maha Penyayang.â
Al-Biqaâi menghubungkan ayat ini dengan ayat-ayat sebelumnya dengan berti tik tolak dari peristiwa yang terjadi pada Perang Uhud. Ketika itu, paman nabi, yakni Sayyidina Hamzah Ibn âAbdul Muthtalib, terbunuh dan mayatnya diperlakukan secara sangat tidak wajar. Perut belaiu dibelah dan hatinya dikeluarkan untuk dipotong dan dikunyah oleh Hind Ibn Utbah Ibn Rabiâah. Tindakan itu sebagai balas dendam karena paman Nabi membunuh ayah Hind yang musyrik dalam Perang Badar setahun sebelum terjadinya Perang Uhud ini.
Nabi yang sangat terpukul bermaksud untuk membalas kekejaman itu. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Nabi SAW., berdoa agar tokoh-tokoh musyrik dikutuk Allah SWT. Imam Muslim Meriwayatkan bahwa dalam perang Uhud itu Nabi Muhammad SAW., terluka: gigi beliau patah dan wajah beliau berlumuran darah. Ketika itu, beliau berkomentar: âBagaimana mungkin satu kaum akan meraih kebahagiaan, sedang mereka melumuri wajah Nabi mereka dengan darah.â
Meluruskan sikap Nabi saw. itu, ayat ini (128-129) turun mengingatkan bahwa "Tak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu", apakah kamu bermaksud membalas dendam atau menjatuhkan sanksi dan kekalahan kepada mereka dan apakah Allah mengampuni atau menyiksa mereka. Kalau Allah menghendaki, Dia penuhi harapan, atau kalau menghendaki Allah mengilhami mereka penyesalan lalu bertaubat sehingga Allah menerima taubat mereka. Atau bisa juga Allah mengazab mereka semua atau sebagian mereka, baik melalui usahamu maupun tanpa usahamu. Semua itu kembali kepada Allah. Kalau Allah menyiksa mereka, itu adalah wajar karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim.
Setelah turunnya ayat ini, Nabi tidak sekalipun mengutuk seseorang dan tidak pula mendoakan yang buruk. Ketika ada yang mengusulkan agar beliau mendoakan kebinasaan seseorang atau sekelompok, beliau menjawab: âSaya tidak diutus untuk menjadi pe ngutuk, tetapi saya diutus mengajak dan membawa rahmat. Ya Allah, ampunilah kaummu karena mereka tidak mengetahui.â
Ayat ini dapat juga dihubungkan dengan ayat-ayat yang lalu, baik berbicara tentang Perang Uhud maupun Perang Badar, dengan menyatakan ayat ini menegaskan bahwa kemenangan atau kekalahan di mana pun terjadinya, tidak mempunyai kaitan dengan pribadimu, wahai Muhammad. Engkau tidak harus dipuji jika pasukan mendapat kemenangan, tidak juga dicela bila kalah -- karena semua kembali kepada Allah SWT. Tugasmu hanya menyampaikan dan berusaha, sedang beriman atau kufur, berhasil atau gagal, itu semua kembali kepada Allah SWT.
Jika ada di antara mereka yang memerangimu itu diampuni atau disiksa oleh Allah, itu juga terpulang kepada-Nya, karena milik Allah apa dan siapa yang di langit dan yang di bumi. Dia memberi ampun kepada siapa yang Dia kehendaki; sesuai dengan pengetahuan dan kebijaksanaan-Nya. Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki; yaitu yang wajar untuk mend apat siksa-Nya, dan Allah Maha pengampun lagi Maha Penyayang.
Baca juga artikel terkait KULTUM QURAISH SHIHAB atau tulisan menarik lainnya M. Quraish Shihab
(tirto.id - mqs/zen)
Keyword
kultum quraish shihab quraish shihab ali imran peran uhud perang badar hamzah bin abdul muthalib abu jahal pendidikan mild reportREKOMENDASI
-
Yahudi, Nasrani dan Kaum Saba dalam Al-Baqarah Ayat 62
-
Qur'an Sering Mengatakan Pentingnya Menggunakan Akal
-
Kebhinekaan (Makna) "Ummat" dalam al-Qur'an
KONTEN MENARIK LAINNYA
-
Menjadi Makhluk Sosial adalah Sunnatullah
-
Melanjutkan Studi Setelah Mapan, Kenapa Tidak?
BACA JUGA
-
Kemristekdikti Kembali Luncurkan B easiswa untuk Para Dosen
-
Kemristekdikti Sebut Indonesia Kekurangan Guru Besar